HUKUM LINGKUNGAN
HUKUM LINGKUNGAN
- sejarah
pemikiran
untuk mengkaji dan mengembangkan masalah lingkungan hidup di Indonesia untuk
pertama kali di mulai pada tahun 1972 . ketika prof. Dr. mochtar atmadja .
SH.LLM menyampaikan beberapa pikiran dan saranya tentang bagaimana peratuaran
hokum lingkungan tersebut . setelah berlakunya UU lingkungan hidup pada tgl
11-03-1982 , terciptanya suatu system yang memayungi semua peraturan P’UU-an
- pengertian
keseluruhan
poeratuaran yang mengatur tingkah laku manusia tentang apa seharusnya di
lakukan atau tidak terhadap lingkungan hidup
- asas, tujuan &sasaran hokum lingkungan
- terciptanya keselarasan hubungan sntar manusia dengan lingkungan hidup
- terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam secvara bijaksana
- terwujudnya manusia Indonesia sebagai Pembina lingkungan hidup
- terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang &mendatang
- terlindungnya Negara terhadap dampak kegiatan di luar wilayah Negara yang menyebabkan kerusakan & pencemaran lingkungan
D. PERAN SERTA MASYARAKAT :
SUATU TINJAUAN
SUATU TINJAUAN
Suatu proses yang melibatkan
masyarakat umum, dikenal sebagai peran serta masyarakat. Yaitu proses
komunikasi dua arah yang berlangsung terus-menerus untuk meningkatkan
pengertian masyarakat secara penuh atas suatu proses kegiatan, dimana
masalah-masalah dan kebutuhan lingkungan sedang dianalisa oleh badan yang
berwenang (Canter, 1977). Secara sederhana Canter mendefinisikan sebagai
feed-forward information (komunikasi dari pemerintah kepada masyarakat tentang
suatu kebijakan) dan feedback information (komunikasi dari masyarakat ke
pemerintah atas kebijakan itu).
Dari sudut terminologi peran serta
msyarakat dapat diartikan sebagai suatu cara melakukan interaksi antara dua
kelompok; Kelompok yang selama ini tidak diikutsertakan dalam proses
pengambilan keputusan (non-elite) dan kelompok yang selama ini melakukan
pengambilan keputusan (elite). Bahsan yang lebih khusus lagi, peran serta
masyarakat sesungguhnya merupakan suatu cara untuk membahas incentive material
yang mereka butuhkan (Goulet, 1989). Dengan perkataan lain, peran serta
masyarakat merupakan insentif moral sebagai "paspor" mereka untuk
mempengaruhi lingkup-makro yang lebih tinggi, tempat dibuatnya suatu
keputusan-keputusan yang sangat menetukan kesejahteraan mereka.
Cormick (1979) membedakan peran
serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan berdasarkan sifatnya, yaitu
yang bersifat konsultatif dan bersifat kemitraan. Dalam peran serta masyarakat
dengan pola hubungan konsultatif antara pihak pejabat pengambil keputusan
dengan kelompok masyarakat yang berkepentingan, anggota-anggota masyarakatnya
mempunyai hak untuk didengar pendapatnya dan untuk diberi tahu, dimana
keputusan terakhir tetap berada di tangan pejabat pembuat keputusan tersebut.
Sedang dalam konteks peran serta masyarakat yang bersifat kemitraan, pejabat
pembuat keputusan dan anggota-anggota masyarakat merupakan mitra yang relatif
sejajar kedudukannya. Mereka bersama-sama membahas masalah, mencari alternatif
pemecahan masalah danmembahas keputusan.
Ternyata masih banyakyang memandang
peran serta masyarakat semata-mata sebagai penyampaian informasi (public
information), penyuluhan, bahkan sekedar alat public relation agar proyek
tersebut dapat berjalan tanpa hambatan. Karenanya, peran serta masyarakat tidak
saja digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan, tetapi juga digunakan
sebagai tujuan (participation is an end itself).
Disamping persepsi yang dikemukakan
Canter (1977), Cormick (1979), Goulet (1989) dan Wingert (1979) merinci peran
serta masyarakat sebagai berukut :
1. Peran Serta Msyarakat sebagai
suatu Kebijakan
Penganut paham ini berpendapat bahwa peran serta masyarakat merupakan suatu kebijaksanaan yang tepat dan baik untuk dilaksanakan. Paham ini dilandasi oleh suatu pemahaman bahwa masyarakat yang potensial dikorbankan atau terkorbankan oleh suatu proyek pembangunan memiliki hak untuk dikonsultasikan (right to be consulted).
Penganut paham ini berpendapat bahwa peran serta masyarakat merupakan suatu kebijaksanaan yang tepat dan baik untuk dilaksanakan. Paham ini dilandasi oleh suatu pemahaman bahwa masyarakat yang potensial dikorbankan atau terkorbankan oleh suatu proyek pembangunan memiliki hak untuk dikonsultasikan (right to be consulted).
2. Peran Serta Masyarakat sebagai
Strategi
Penganut paham ini mendalilkan bahwa peran serta masyarakat merupakan strategi untuk mendapatkan dukungan masyarakt (ppublic support). Pendapat ini didasarkan kepada suatu paham bahwa bila masyarakat merasa memiliki akses terhadap pengambilan keputusan dan kepedulian masyarakat kepada pada tiap tingkatan pengambilan keputusan didokumentasikan dengan baik, maka keputusan tersebut akan memiliki kredibilitas.
Penganut paham ini mendalilkan bahwa peran serta masyarakat merupakan strategi untuk mendapatkan dukungan masyarakt (ppublic support). Pendapat ini didasarkan kepada suatu paham bahwa bila masyarakat merasa memiliki akses terhadap pengambilan keputusan dan kepedulian masyarakat kepada pada tiap tingkatan pengambilan keputusan didokumentasikan dengan baik, maka keputusan tersebut akan memiliki kredibilitas.
3. Peran Serta Masyarakat sebagai
Alat Komunikasi
Peran serta masyarakat didayagunakan sebagai alat untuk mendapatkan masukan berupa informasi dalam proses pengambilan keputusan. Persepsi ini dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa pemerintah dirancang untuk melayani masyarakat, sehingga pandangan dan preferensi dari masyarakat tersebut adalah masukan yang bernilai guna mewujudkan keputusan yang responsif.
Peran serta masyarakat didayagunakan sebagai alat untuk mendapatkan masukan berupa informasi dalam proses pengambilan keputusan. Persepsi ini dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa pemerintah dirancang untuk melayani masyarakat, sehingga pandangan dan preferensi dari masyarakat tersebut adalah masukan yang bernilai guna mewujudkan keputusan yang responsif.
4. Peran Serta Masyarakat sebagai
Alat Penyelesaian Sengketa
Dalam konteks ini peran serta masyarakat didayagunakan sebagai suatu cara untuk mengurangi atau meredakan konflik melalui usaha pencapaian konsensus dari pendapat-pendapat yang ada. Asumsi yang melandasi persepsi ini adalah bertukar pikiran dan pandangan dapat menigkatkan pengertian dan toleransi serta mengurangi rasa ketidakpercayaan (misstrust) dan kerancuan (biasess).
Dalam konteks ini peran serta masyarakat didayagunakan sebagai suatu cara untuk mengurangi atau meredakan konflik melalui usaha pencapaian konsensus dari pendapat-pendapat yang ada. Asumsi yang melandasi persepsi ini adalah bertukar pikiran dan pandangan dapat menigkatkan pengertian dan toleransi serta mengurangi rasa ketidakpercayaan (misstrust) dan kerancuan (biasess).
5. Peran Sera Masyarakat sebagai
Terapi
Menurut persepsi ini, peran serta masyarakat dilakukan sebagai upaya untuk "mengobati" masalah-masalah psikologis masyarakat seperti halnya perasaan ketidak berdayaan (sense of powerlessness), tidak percaya diri dan perasaan bahwa diri mereka bukan komponen penting dalam masyarakat.
Menurut persepsi ini, peran serta masyarakat dilakukan sebagai upaya untuk "mengobati" masalah-masalah psikologis masyarakat seperti halnya perasaan ketidak berdayaan (sense of powerlessness), tidak percaya diri dan perasaan bahwa diri mereka bukan komponen penting dalam masyarakat.
Dari sudut teori politik, terdapat
dua paham teori : teori Participatory Democracy, yang menggugat paham teori
Elite Democracy (Gibson, 1981). Paham Elite Democracy melihat hakekat manusia
sebagai mahluk yang mementingkan diri sendiri, pemburu kepuasan diri pribadi
dan menjadi tidak rasional terutama jika mereka dalam kelompok. Oleh karena
itu, dalam hal terjadi konflik kepentingan antara kelompok-kelompok dalam
masyarakat, maka pembuatan keputusan sepenuhnya merupakan kewenangan dari
kelompok elite yang menjalankan pemerintahan. Kalaupun peran serta masyarakat
itu ada, pelaksanaannya hanya terjadi pada saat pemilihan mereka-mereka yang
duduk dalam pemerintahan.
Paham Participatory Democracy sebaliknya
berpendapat bahwa manusia pada hakekatnya mampu menyelaraskan lepentingan
pribadi dengan kepentingan sosial. Penyelarasan kedua macam kepentingan
tersebut dapat terwujud jika proses pengambilan keputusan menyediakan
kesempatan seluas-luasnya kepada mereka untuk mengungkapkan kepentingan dan
pandangan mereka. Proses pengambilan keputusan, yang menyediakan kelompok
kepentingan untuk berperan serta didalamnya, dapat mengantarkan
kelompok-kelompok yang berbeda kepentingan mereka satu sama lain. Dengan demikian,
perbedaan kepentingan dapat dijembatani.
A. Tingkatan dalam Peran Serta
Masyarakat
Dari sudut kemampuan masyarakat untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan, terdapat tingkatannya sendiri-sendiri.
Dari sudut kemampuan masyarakat untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan, terdapat tingkatannya sendiri-sendiri.
Arnstein (1969) menformulasikan
peran serta masyarakat sebagai bentuk dari kekuatan rakyat (citizen
partisipation is citizen power). Dimana terjadi pembagian kekuatan (power) yang
memungkinkan masyarakat yang tidak berpunya (the have-not citizens) yang
sekarang dikucilkan dari proses politik dan ekonomi untuk terlibat kelak.
Singkat kata, peran serta masyarakat - menurut Arnstein - adalah bagaimana
masyarakat dapat terlibat dalam perubahan sosial yang memungkinkan mereka
mendapatkan bagian keuntungan dari kelompok yang berpengaruh. Lewat typologinya
yang dikenal dengan Delapan Tangga Peran Serta Masyarakat (Eight Rungs on the
Ladder of Citizen Participation), Arnstein menjabarkan peran serta masyarakat
yang didasarkan pada kekuatan masyarakat untuk menentukan suatu produk akhir.
Arnstein juga menekankanbahwa terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara
bentuk peran serta yang bersifat upacara semu (empty ritual) dengan betuk peran
serta yang mempunyai kekuatan nyata (real power) yang diperlukan untuk
mempngaruhi hasil akhir dari suatu proses.
Dua tangga terbawah dikategorikan
sebagai "non peran serta", dengan menempatkan bentuk-bentuk peran
serta yang dinamakan
(1) terapi dan (2) manipulasi. Sasaran dari kedua bentuk ini adalah untuk "mendidik" dan "mengobati" masyarakt yang berperan serta.
Tangga ketiga, keempat dan kelima dikategorikan sebagai tingkat "Tokenisme" yaitu suatu tingkat peran serta dimana masyarakat didengar dan diperkenankan berpendapat, tetapi mereka tidak boleh memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa pandangan mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan. Menurut Arnstein, jika peran serta hanya dibatasi pada tingkatan ini, maka kecil kemungkinannya ada upaya perubahan dalam masyarakat menuju keadaan yang lebih baik. Termasuk dalam tingkat "Tokenisme" adalah (3) penyampaian informasi (informing); (4) konsultasi; dan (5) peredaman kemarahan (placation).
(1) terapi dan (2) manipulasi. Sasaran dari kedua bentuk ini adalah untuk "mendidik" dan "mengobati" masyarakt yang berperan serta.
Tangga ketiga, keempat dan kelima dikategorikan sebagai tingkat "Tokenisme" yaitu suatu tingkat peran serta dimana masyarakat didengar dan diperkenankan berpendapat, tetapi mereka tidak boleh memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa pandangan mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan. Menurut Arnstein, jika peran serta hanya dibatasi pada tingkatan ini, maka kecil kemungkinannya ada upaya perubahan dalam masyarakat menuju keadaan yang lebih baik. Termasuk dalam tingkat "Tokenisme" adalah (3) penyampaian informasi (informing); (4) konsultasi; dan (5) peredaman kemarahan (placation).
Selanjutnya Arnstein mengkategorikan
tiga tangga teratas kedalam tingkat "kekuasaan masyarakat" (citizen
power). Masyarakat dalam tingkatan ini memiliki pengaruh dalam proses
pengambilan keputusan dengan menjalankan (6) kemitraan (partnership) dengan
memiliki kemampuan tawar-menawar bersama-sama pengusaha atau pada tingkatan
yang lebih tinggi (7) pemdelegasian kekuasaan (delegated power) dan (8)
pengawasan masyarakat (citizen control). Pad tingkat ketujuh dan kedelapan,
masyarakat (non elite) memiliki mayoritas suara dalam proses pengambilan
keputusan keputusan bahkan sangat mungkin memiliki kewenangan penuh mengelola
suatu obyek kebijaksanaan tertentu.
Delapan tangga peran serta dari
Arnstein ini memberikan pemahaman kepada kita, bahwa terdapat potensi yang
sangat besar untuk memanipulasi programperan serta masyarakat menjadi suatu
cara yang mengelabui (devious method) dan mengurangi kemampuan masyarakat untuk
mempengaruhi proses pengambilan keptusan.
B. Kegunaan Peran Serta Masyarakat
Tujuan dari peran serta masyarakat sejak tahap perencanaan adalah untuk menghasilkan masukan dan persepsi yang berguna dari warga negara dan masyarakat yang berkepentingan (public interest) dalam rangka meningkatkan kualitas pengambilan keputusan lingkungan (Canter, 1977). Karena dengan melibatkan masyarakat yang potensial terkena dampak kegiatan dan kelompok kepentingan (interest groups), para pengambil keputusan dapat menangkap pandangan, kebutuhan dan pengharapan dari masyarakat dan kelompok tersebut dan menuangkannya ke dalam konsep. Pandangan dan reaksi masyarakat itu, sebaliknya akan menolong pengambil keputusan untuk menentukan prioritas, kepentingan dan arah yang positif dari berbagai faktor.
Tujuan dari peran serta masyarakat sejak tahap perencanaan adalah untuk menghasilkan masukan dan persepsi yang berguna dari warga negara dan masyarakat yang berkepentingan (public interest) dalam rangka meningkatkan kualitas pengambilan keputusan lingkungan (Canter, 1977). Karena dengan melibatkan masyarakat yang potensial terkena dampak kegiatan dan kelompok kepentingan (interest groups), para pengambil keputusan dapat menangkap pandangan, kebutuhan dan pengharapan dari masyarakat dan kelompok tersebut dan menuangkannya ke dalam konsep. Pandangan dan reaksi masyarakat itu, sebaliknya akan menolong pengambil keputusan untuk menentukan prioritas, kepentingan dan arah yang positif dari berbagai faktor.
Sejak proses peran serta masyarakat
haruslah terbuka untuk umum, peran serta masyarakat akan mempengaruhi
kredibilitas (accountability) badan yang bersangkutan. Dengan cara
mendokumentasikan perbuatan keputusan badan negara ini, sehingga mampu menyediakan
sarana yang memuaskan jika masyarakat dan bahkan pengadilan merasa perlu
melakukan pemeriksaan atas pertimbangan yang telah diambil ketika membuat
keputusan tersebut. Yang pada akhirnya akan dapat memaksa adanya tanggung jawab
dari badan negara tersebut atas kegiatan yang dilakukannya.
Perlunya peran serta msyarakat telah
pula diungkapkan oleh Prof.Koesnadi Hardjasoemantri (1990) bahwa selain itu
memberikan informasi yang berharga kepada para pengambil keputusan, peran serta
masyarakat akan mereduksi kemungkinan kesediaan masyarakat untuk menerima
keputusan. Selanjutnya, peran serta masyarakat akan membantu perlindungan
hukum. Bila suatu keputusan akhir diambil dengan memperhatikan
keberatan-keberatan yang diajukan, maka akan memperkecil kemungkinan pengajuan
perkara ke pengadilan. Karena masih ada alternatif pemecahan yang dapat diambil
sebelum sampai pada keputusan akhir.
Terhadap hal di atas,
Hardjasoemantri melihat perlu dipenuhinya syarat-syarat berikut agar peran
serta masyarakat menjadi efektif dan berdaya guna (1) Pemastian penerimaan
informasi dengan mewajibkan pemrakarsa kegiatan mengumumkan rencana
kegiatannya. (2) Informasi Lintas-batas (transfortier information); mengingat
masalah lingkungan tidak mengenal batas wilayah yang dibuat manusia, maka ada
kemungkinan kerusakan lingkungan di satu daerah akan pula mempengaruhi propinsi
atau negara tetangga. Sehingga pertukaran informasi dan pengawasan yang
melibatkan daerah-daerah terkait menjadi penting; (3) Informasi tepat waktu
(timely information); suatu proses peran serta masyarakat yang efektif
memerlukan informasi yang sedini dan seteliti mungkin, sebelum keputusan
terakhir diambil. Sehingga, masih ada kesempatan untuk memeprtimbangkan dan
mengusulkan altenatif-alternatif pilihan; (4) Informasi yang lengkap dan
menyeluruh(comprehensive information); walau isi dari suatu informasi akan
berbeda tergantumg keperluan bentuk kegiatan yang direncanakan, tetapi pada
intinya informasi itu haruslah menjabarkan rencana kegitana secara rinci
termasuk alternatif-alternatif lain yang dapat diambil (5) Informasi yang dapat
dipahami (comprehensive information); seringkali pengambilan keputusan di
bidang lingkungan meliputi masalah yang rumit, kompleks dan bersifat teknis
ilmiah, sehingga haruslah diusahakan informasi tersebut mudah dipahami oleh
masyarakat awam. Metode yang sering digunakan adalah kewajiban untuk membuat
uraian singkat atas kegiatan yang dilakukan.
Syarat lain yang dapat ditambahkan
selain yang telah diuraikan diatas, adalah keharusan adanya kepastian dan upaya
terus-menerus untuk memasok informasi agar penerima informasi dapat
menghasilkan informasi yang berguna bagi pemberi informasi.
Mas Achmad Santosa (1990) dalam
thesisnya telah pula merangkum kegunaan peran serta masyarakat. Walau ini tentu
saja tidak dimaksudkan sebagai daftar yang ajeg.
(1) Menuju masyarakat yang lebih
bertanggung jawab;
Kesempatan untuk berperan serta dalam kegiatan publik, akan memaksa orang yang bersangkutan untuk membuka cakrawala pikirannya dan mempertimbangkan kepentingan publik (Mill 1990). Sehingga orang tersebut tidak semata-mata memikirkan kepentingannya sendiri, tetapi akan lebih memiliki sifat bertanggung jawab dengan mempertimbangkan kepentingan bersama.
(2) Meningkatkan proses belajar;
Pengalaman berperan serta secara psikologis akan memberikan seseorang kepercayaan yang lebih baik untuk berperan serta lebih jauh.
(3) Mengeliminir perasaan terasing;
Dengan turut aktifnya berperan serta dalam suatu kegiatan, seseorang tidak akan merasa terasing. Karena dengan berperan serta akan meningkatkan perasaan dalam seseorang bahwa ia merupakan bagian dari masyarakat.
(4) Menimbulkan dukungan dan penerimaan dari rencana pemerintah;
Ketika seseorang langsung terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang akan mempengaruhi kehidupannya, mereka cenderung akan mempunyai kepercayaan dan menerima hasil akhir dari keputusan itu. Jadi, program peran serta masyarakat menambah legitimasi dan kredibilitas dari proses perencanaan kebijakan publik. Serta menambah kepercayaan publik atas proses politik yang dijalankan para pengambil keputusan.
(5) Menciptakan kesadaran politik;
John Stuart Mill (1963) berpendapat bahwa peran serta pada tingkat lokal, dimana pendidikan nyata dari peran serta terjadi, seseorang akan "belajar demokrasi". Ia mencatat bahwa orang tidaklah belajar membaca atau menulis dengan kata-kata semata, tetapi dengan melakukannya. Jadi, hanya dengan terus berpraktek pemerintahan dalam skala kecil akan membuat masyarakat belajar bagaimana mempraktekkannya dalam lingkup yang lebih besar lagi.
(6) Keputusan dari hasil peran serta mencerminkan kebutuhan dan keinginan masyarakat;
Menurut Verba dan Nie (1972) bahw amelalui peran serta masyarakat distribusi yang lebih adil atas keuntungan pembangunan akan didapat, karena rentang kepentingan yang luas tercakup dalam proses pengambilan keputusan.
(7) Menjadi sumber dari informasi yang berguna;
Masyarakat sekitar, dalam keadaan tertentu akan menjadi "pakar" yang baik karena belajar dari pengalaman atau karena pengetahuan yang didapatnya dari kegiatan sehari-hari. Keunikan dari peran serta adalah masyarakat dapat mewakili pengetahuan lokal yang berharga yang belum tentu dimiliki oleh pakar lainnya, sehingga pengetahuan itu haruslah termuat dalam proses pembuatan keputusan.
(8) Merupakan komitmen sistem demokrasi;
Program peran serta msyarakat membuka kemungkinan meningkatnya akses masyarakat ke dalam proses pembuatan keputusan (Devitt, 1974).
Kesempatan untuk berperan serta dalam kegiatan publik, akan memaksa orang yang bersangkutan untuk membuka cakrawala pikirannya dan mempertimbangkan kepentingan publik (Mill 1990). Sehingga orang tersebut tidak semata-mata memikirkan kepentingannya sendiri, tetapi akan lebih memiliki sifat bertanggung jawab dengan mempertimbangkan kepentingan bersama.
(2) Meningkatkan proses belajar;
Pengalaman berperan serta secara psikologis akan memberikan seseorang kepercayaan yang lebih baik untuk berperan serta lebih jauh.
(3) Mengeliminir perasaan terasing;
Dengan turut aktifnya berperan serta dalam suatu kegiatan, seseorang tidak akan merasa terasing. Karena dengan berperan serta akan meningkatkan perasaan dalam seseorang bahwa ia merupakan bagian dari masyarakat.
(4) Menimbulkan dukungan dan penerimaan dari rencana pemerintah;
Ketika seseorang langsung terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang akan mempengaruhi kehidupannya, mereka cenderung akan mempunyai kepercayaan dan menerima hasil akhir dari keputusan itu. Jadi, program peran serta masyarakat menambah legitimasi dan kredibilitas dari proses perencanaan kebijakan publik. Serta menambah kepercayaan publik atas proses politik yang dijalankan para pengambil keputusan.
(5) Menciptakan kesadaran politik;
John Stuart Mill (1963) berpendapat bahwa peran serta pada tingkat lokal, dimana pendidikan nyata dari peran serta terjadi, seseorang akan "belajar demokrasi". Ia mencatat bahwa orang tidaklah belajar membaca atau menulis dengan kata-kata semata, tetapi dengan melakukannya. Jadi, hanya dengan terus berpraktek pemerintahan dalam skala kecil akan membuat masyarakat belajar bagaimana mempraktekkannya dalam lingkup yang lebih besar lagi.
(6) Keputusan dari hasil peran serta mencerminkan kebutuhan dan keinginan masyarakat;
Menurut Verba dan Nie (1972) bahw amelalui peran serta masyarakat distribusi yang lebih adil atas keuntungan pembangunan akan didapat, karena rentang kepentingan yang luas tercakup dalam proses pengambilan keputusan.
(7) Menjadi sumber dari informasi yang berguna;
Masyarakat sekitar, dalam keadaan tertentu akan menjadi "pakar" yang baik karena belajar dari pengalaman atau karena pengetahuan yang didapatnya dari kegiatan sehari-hari. Keunikan dari peran serta adalah masyarakat dapat mewakili pengetahuan lokal yang berharga yang belum tentu dimiliki oleh pakar lainnya, sehingga pengetahuan itu haruslah termuat dalam proses pembuatan keputusan.
(8) Merupakan komitmen sistem demokrasi;
Program peran serta msyarakat membuka kemungkinan meningkatnya akses masyarakat ke dalam proses pembuatan keputusan (Devitt, 1974).
E.WEWENANG DALAM PENGELOLAAN
LINGKUNGAN
1. Pemerintah Kewenangan Pusat dan daerah dalam UU No 22
tahun 1999.
Dalam bidang lingkungan hidup
kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah sangat menentukan akan tetapi dengan
adanya UU No 22 tentang Otonomi daerah maka kewenangan pengelolaan lingkungan
hidup menjadi terbagi dua hal ini dapat dicermati dalam pasal 7 UU NO 22 tahun
1999, yaitu:
(1)
Kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintah, kecuali
kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan,
moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain.
(2)
Kewenangan bidang lain, sebagaimana dimaksud pada ayat(1), meliputi kebijakan
tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara
makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga
perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya alam serta
teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standarisasi nasional.
Dalam UU nomor 22 tahun 1999
memperlihatkan kewenangan pemetrintah pusat yang ingin dibagi kepada daerah
akan tetapi jika dilihat dari pasal 7 ayat 2 sangat terlihat pembatasan
kewenangan pemerintahan daerah, sebenarnya pasal 7 ayat 2 harus diperjelas lagi
apa yang dimaksud dengan kewenangan bidang lain yang diatur oleh UU No 22 tahun
1999. Kalau dilihat dari ayat 2 maka akan terlihat kewenangan pemerintah pusat
yang masih besar.
2. Penjelasan Kewenangan dalam Sistem Pemerintahan setelah
UU No 22 tahun 1999
Untuk
mengantisipasi berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, tim kerja Menko
Wasbangpan dan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup/Bapedal telah mencoba
merumuskan interpretasi kewenangan pengelolaan lingkungan hidup menurut
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999.
Secara umum, kewenangan pengelolaan
lingkungan hidup dapat dibedakan menjadi :
·
Kewenangan Pusat
·
Kewenangan Propinsi
·
Kewenangan Kabupaten/Kota.
Kewenangan
Pusat terdiri dari kebijakan tentang :
·
Perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan secara makro;
·
Dana perimbangan keuangan seperti menetapkan dan alokasi khusus untuk mengelola
lingkungan hidup;
·
Sistem administrasi negara seperti menetapkan sistem informasi dan peraturan
perundang-undangan di bidang pengelolaan lingkungan hidup;
·
Lembaga perekonomian negara seperti menetapkan kebijakan usaha di bidang
lingkungan hidup;
·
Pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia;
·
Teknologi tinggi strategi seperti menetapkan kebijakan dalam pemanfaatan
teknologi strategi tinggi yang menimbulkan dampak;
·
Konservasi seperti menetapkan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup kawasan
konservasi antar propinsi dan antar negara;
·
Standarisasi nasional;
·
Pelaksanaan kewenangan tertentu seperti pengelolaan lingkungan dalam
pemanfaatan sumber daya alam lintas batas propinsi dan negara, rekomendasi
laboratorium lingkungan dsb.
Kewenangan
Propinsi terdiri dari :
·
Kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten/Kota;
·
Kewenangan dalam bidang tertentu, seperti perencanaan pengendalian pembangunan
regional secara makro, penentuan baku mutu lingkungan propinsi, yang harus sama
atau lebih ketat dari baku mutu lingkungan nasional, menetapkan pedoman teknis
untuk menjamin keseimbangan lingkungan yang ditetapkan dalam rencana tata ruang
propinsi dan sebagainya.
·
Kewenangan dekonsentrasi seperti pembinaan AMDAL untuk usaha atau dan kegiatan
di luar kewenangan pusat.
Kewenangan
Kabupaten/Kota terdiri dari :
·
Perencanaan pengelolaan lingkungan hidup;
·
Pengendalian pengelolaan lingkungan hidup;
·
Pemantauan dan evaluasi kualitas lingkungan;
·
Konservasi seperti pelaksanaan pengelolaan kawasan lindung dan konservasi,
rehabilitasi lahan dsb.
·
Penegakan hukum lingkungan hidup
3. Pelaksanaan Kewenangan Pemerintah
Pusat dan daerah dalam melakukan pengelolaan lingkungan hidup.
Pemerintah Pusat dalam melakukan
kewenangannya di bidang pengelolaan lingkungan hidup harus mengikuti kebijakan
yang telah diterapkan oleh Menko Wasbangpan dan Menteri Negara Lingkungan
Hidup. Jangan sampai pengurangan kewenangan pemerintah Pusat di bidang
lingkungan hidup tidak bisa mencegah kesalahan pengelolaan lingkungan hidup
demi mengejar Pemasukan APBD khususnya dalam pos Pendapatan Asli Daerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar