Pengantar
Hukum Pidana
PENDAHULUAN HUKUM PIDANA
A. PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari manusia
sering dihadapkan kepada suatu kebutuhan yang mendesak, kebutuhan pemuas diri
dan bahkan kadang-kadang karena keinginan atau desakan untuk mempertahankan
status diri. Secara umum kebutuhan setiap manusia itu akan dapat dipenuhi,
-walaupun tidak seluruhnya, -dalam keadaan yang tidak memerlukan desakan dari
dalam atau orang lain. Terhadap kebutuhan yang mendesak pemenuhanya dan harus
dipenuhi dengan segera biasanya sering dilaksanakan tanpa pemikiran matang yang
dapat merugikan lingkungan atau manusia lain.Hal seperti itu akan menimbulkan
suatu akibat negatif yang tidak seimbang dengan suasana dari kehidupan yang
bernilai baik. Untuk mengembalikan kepada suasana dan kehidupan yang bernilai
baik itu di perlukan suatu pertanggung jawaban dari pelaku yang berbuat sampai
ada ketidakseimbangan. Dan pertanggung jawaban yang wajib dilaksanakan oleh
pelakunya berupa pelimpahan ketidak enakan masyarakat supaya dapat dirasakan
juga penderitaan atau kerugian yang dialami.
Pemberi pelimpahan dilakukan oleh individu atau sekelompok orang yang berwenang untuk itu sebagai tugas yang diberikan masyarakat kepadanya. Sedangkan penerima limpahan dalam mempertanggung jawabkan perbuatanya pelimpahan itu berupa hukuman yang disebut “dipidanakan”. Jadi bagi seseorang yang dipidanakan berarti dirinya menjalankan suatu hukuman untuk mempertanggung jawabkan perbuatanya yang dinilai kurang baik dan membahayakan kepentingan umum.Berat – ringannya hukum yang wajib dijalankan oleh seseorang untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya tergantung dari penilaian masyarakat atas perbuatan orang itu. Dan penilaian yang diberikan oleh masyarakat terhadap suatu perbuatan baik atau tidak sesuai dengan ukuran rasa keadilan dan kepentingan umum. Karena itu ketentuan-ketentuan dalam pidana yang menjadi tolak ukurnya adalah kepentingan masyarakat secara umum. Dan kepentingan masyarakat secara umum ini pengertiannya sangat luas. Memang demikianlah halnya dalam hukum pidana bahwa ketentuan-ketentuannya meliputi larangan-larangan yang merupakan juga ketentuan-ketentuan dalam kesopanan, kesusilaan dan norma-norma suci agama yang dalam peristiwa hukumnya dapat merugikan masyarakat misalnya , sebagai manusia hormatilah antar sesamanya.Pernyataan ini dikehendaki berlakunya oleh kehidupan sosial dan agama. Kalau ada orang yang melanggar pernyataan ini baik dengan ucapan maupun dengan kegiatan anggota fisiknya, maka ia akan dikenakan sanksi. Hanya saja yang dapat dirasakan berat adalah sanksi hukum pidana, karena merupakan pelaksanaan pertanggung jawaban dari kegiatan yang kerjakan dan wujud dari sanksi pidana itu sebagai sesuatu yang dirasa adil oleh masyarakat.
Pemberi pelimpahan dilakukan oleh individu atau sekelompok orang yang berwenang untuk itu sebagai tugas yang diberikan masyarakat kepadanya. Sedangkan penerima limpahan dalam mempertanggung jawabkan perbuatanya pelimpahan itu berupa hukuman yang disebut “dipidanakan”. Jadi bagi seseorang yang dipidanakan berarti dirinya menjalankan suatu hukuman untuk mempertanggung jawabkan perbuatanya yang dinilai kurang baik dan membahayakan kepentingan umum.Berat – ringannya hukum yang wajib dijalankan oleh seseorang untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya tergantung dari penilaian masyarakat atas perbuatan orang itu. Dan penilaian yang diberikan oleh masyarakat terhadap suatu perbuatan baik atau tidak sesuai dengan ukuran rasa keadilan dan kepentingan umum. Karena itu ketentuan-ketentuan dalam pidana yang menjadi tolak ukurnya adalah kepentingan masyarakat secara umum. Dan kepentingan masyarakat secara umum ini pengertiannya sangat luas. Memang demikianlah halnya dalam hukum pidana bahwa ketentuan-ketentuannya meliputi larangan-larangan yang merupakan juga ketentuan-ketentuan dalam kesopanan, kesusilaan dan norma-norma suci agama yang dalam peristiwa hukumnya dapat merugikan masyarakat misalnya , sebagai manusia hormatilah antar sesamanya.Pernyataan ini dikehendaki berlakunya oleh kehidupan sosial dan agama. Kalau ada orang yang melanggar pernyataan ini baik dengan ucapan maupun dengan kegiatan anggota fisiknya, maka ia akan dikenakan sanksi. Hanya saja yang dapat dirasakan berat adalah sanksi hukum pidana, karena merupakan pelaksanaan pertanggung jawaban dari kegiatan yang kerjakan dan wujud dari sanksi pidana itu sebagai sesuatu yang dirasa adil oleh masyarakat.
B. DEFINISI HUKUM PIDANA MENURUT
BEBERAPA PAKAR HUKUM
Beberapa pendapat Pakar hukum dari
barat (Eropa) mengenai Hukum Pidana, antara lain sebagai berikut :
(1). POMPE (1959: 15), menyatakan
bahwa Hukum Pidana adalah keseluruhan aturan ketentuan hukum mengenai
perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum dan aturan pidananya.
(2). APELDOORN (1952: 251 – 260), menyeatakan bahwa Hukum Pidana dibedakan dari diberikan arti :Hukum Pidana materiil yang menunjuk pada perbuatan pidana dan yang oleh sebab perbuatan itu dapat dipidana, dimana perbuatan pidana itu mempunyai dua bagian, yaitu :
a. Bagian objektif merupakan suatu
perbuatan atau sikap yang bertentangan dengan hukum pidana positif, sehingga
bersifat melawan hukum yang menyebabkan tuntutan hukum dengan ancaman pidana
atas pelanggaranya.
b. Bagian subjektif merupakan
kesalahan yang menunjuk kepada pelaku untuk dipertanggung jawabkan menurut
hukum.
Hukum pidana formil yang mengatur cara bagaimana hukum pidana materiil dapat ditegakan.
Hukum pidana formil yang mengatur cara bagaimana hukum pidana materiil dapat ditegakan.
(3). D. HAZEWINKEL-SURINGA, (1968: 1), dalam bukunya membagi hukum pidana dalam arti:a. Objektif (ius poenale), yang meliputi:1. Perintah dan larangan yang pelanggaranya diancam dengan sansi pidana oleh badan yang berhak.2. Ketentuan-ketentuan yang mengatur upaya yang dapat digunakan, apabila norma itu dilanggar, yang dinamakan Hukum Panitensier.3. Subjektif (ius puniendi), yaitu: hak Negara menurut hukum untuk menuntut pelanggaran delik dan untuk menjatuhkan serta melaksanakan pidana.
(4). VOS (1950 : 1-4), menyatakan bahwa Hukum Pidana diberikan dalam arti bekerjanya sebagaia. Peraturan hukum objektif (ius poenale) yang dibagi menjadi :
1. Hukum Pidana materiil yaitu
peraturan tentang syarat-syarat bilamana, siapa dan bagaimana sesuatu dapat
dipidana.
2. Hukum Pidana formil yaitu hukum
acara pidana.b. Hukum subjektif (ius punaenandi), yaitu meliputi hukum ya-ng
memberikan kekuasaan untuk menetapkan ancaman pida-na, menetapkan putusan dan
melaksanakan pidana yang hanya dibebankan kepada Negara atau pejabat yang
ditunjuk untuk itu.
3. Hukum pidana umum (algemene
stafrecht) yaitu hukum pidana yang berlaku bagi semua orang.
4. Hukum pidana khusus (byzondere
strafrecht), yaitu dalam bentuknya sebagai ius speciale sperti hokum pidana
militer, dan sebagai ius singulare seperti hukum pidana fiscal.
(5). ALGRA JANSSEN, (1977: 59) mengatakan bahwa hukum pidana adalah merupakan alat yang dipergunakan oleh seorang penguasa (hakim) untuk memperingati mereka yang telah melakukan suatu perbuatan yang tidak dibenarkan, reaksi dari penguasa tersebut mencabut kembali sebagian dari perlindungan yang seharusnya dinikmati oleh terpidana atas nyawa, kebebasan dan harta kekayaannya, yaitu seandainya ia telah tidak melakukan suatu tindak pidana.
Beberapa pendapat Pakar hukum Indonesia mengenai Hukum Pidana, antara lain sebagai berikut :
(1). MOELJANTO mengatakan bahwa
Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hokum yang berlaku di suatu
Negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk :a. Menentukan perbuatan
mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, yang disertai ancaman atau
sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan
tersebut.b. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah
melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhkan pidana
sebagaimana yang telah diancamkan.c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan
pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar
larangan tersebut. (Bambang Poernomo, 1985 :22).
(2). SATOCHID KARTANEGARA (I :1 – 2 ), bahwa Hukum Pidana dapat dipandang dari beberapa sudut, yaitu :a. Hukum Pidana dalam arti objektif, yaitu sejumlah perturan yang mengandung larangan-larangan atau keharusan-keharusan terhadap pelanggarannya diancam dengan hukuman.b. Hukum Pidana dalam arti subjektif, yaitu sejumlah peraturan yang mengatur hak Negara untuk menghukum seseorang yang melakukan perbuatan yang dilarang.
(3). SOEDARTO (1977: 30,41) mengatakan bahwa Hukum pidana merupakan sistem sanksi yang negative, ia diterapkan, jika sarana lain sudah tidak memadai, maka hukum pidana dikatakan mempunyai fungsi, yang subsider. Pidana termasuk juga tindakan (maatregelen), bagaimanapun juga merupakan suatu penderitaan, sesuatu yang dirasakan tidak enak oleh orang lain yang dikenai, oleh karena itu, hakekat dan tujuan pidana dan pemidanaan, untuk memberikan alasan pembenaran (justification) pidana itu.
(4). MARTIMAN PRODJOHAMIDJOJO, Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu Negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :a. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggarnya.b. Menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melakukan larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila orang yang diduga telah melanggar ketentuan tersebut.
(5). ROESLAN SALEH (1978: 5), mengatakan bahwa setiap perbuatan yang oleh masyarakat dirasakan sebagai perbuatan yang tidak boleh atau tidak dapat dilakukan sehingga perlu adanya penekanan pada perasaan hukum masyarakat. Oleh karena itu sesuatu perbuatan pidana berarti perbuatan yang menghambat atau bertentangan dengan tercapainya tatanan dalam pergaulan yang di cita-citakan masyarakat. Sehingga isi pokok dari definisi Hukum Pidana itu dapat disimpulkan sebagai berikut :a. Hukum Pidana sebagai hukum positif.b. Substansi hukum pidana adalah hukum yang menentukan tentang perbuatan pidana dan menentukan tentang kesalahan bagi pelakunya.
Hukum acara pidana adalah hukum yang menentukan bagaimana menegakkan substansi hukum pidana. Hukum Pidana merupakan bagian dari Hukum public yang berisi ketentuan tentang :
1. Aturan Hukum pidana dan larangan
melakukan perbuatan-perbuatan tertentu yang disertai dengan ancaman berupa
sanksi pidana bagi yang melanggar larangan itu. Aturan umum hukum pidana dapat
di lihat dalam KUHP maupun yang lainnya.2. Syarat-syarat tertentu yang harus
dipenuhi bagi si pelanggar untuk dapat dijatuhkannya sanksi pidana. Berisi
tentang : a). kesalahan/shuld.
2). Pertanggungjawaban pidana pada
diri si pembuat/toerekeningsvadbaarheid. Dalam Hukum pidana dikenal asas geen
straf sonder schuld (tiada pidana tanpa kesalahan), artinya seseorang dapat
dipidana apabila perbuatannya nyata melanggar larangan Hukum pidana. Hal ini
diatur pada pasal 44 KUHP tentang tidak mampu bertanggung jawab bagi si pembuat
atas perbuatannya, dan pasal 48 KUHP tentang tidak dipidananya si pembuat karena
dalam keadaan daya paksa (overmacht), kedua keadaan ini termasuk dalam “alasan
penghapus pidana”, merupakan sebagian dari bab II buku II KUHP.
3. Tindakan dan upaya yang harus
dilakukan Negara melalui aparat hukum terhadap tersangka/terdakwa sebagai pelanggar
hokum pidana dalam rangka menentukan menjatuhkan dan melaksanakan sanksi pidana
terhadap dirinya serta upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh tersangka/terdakwa
dalam usaha mempertahankan hak-haknya.Dikatakan sebagai hokum pidana dalam arti
bergerak (formil) memuat aturan tentang bagaimana Negara harus berbuat dalam
rangka menegakan hokum pidana dalam arti diam (materiil) sebagimana dilihat
pada angka 1 dan 2 diatas.
C. PEMBAGIAN HUKUM PIDANABeberapa pembagian hukum pidana atas dasar :
1. Hukum pidana dalam keadaan diam
dan dalam keadaan bergerak.Hukum pidana dibedakan atas Hukum pidana materiil
(diam) dan formil (bergerak).
2. Hukum pidana dalam arti objektif dan subjektif.Hukum pidana objektif atau ius poenale adalah hokum pidana yang dilihat dari larangan-larangan berbuat, yaitu larangan yang disertai dengan ancaman pidana bagi siapa yang melanggar larangan tersebut (hukum pidana materiil).Hukum pidana subjektif atau ius poenandi merupakan aturan yang berisi hak atau kewenangan Negara untuk :- Menentukan larangan-larangan dalam upaya mencapai ketertiban umum.- Memberlakukan (sifat memaksa) hukum pidana yang wujudnya dengan menjatuhkan pidana kepada si pelanggar larangan.- Menjalankan sanksi pidana yang telah dijatuhkan oleh Negara kepada pelanggar hokum.
3. Pada siapa berlakunya Hukum
pidana.Dibedakan antara hukum pidana umum dan hukum pidana khusus. Hukum pidana
umum adalah hukum pidana yang ditujukan dan berlaku untuk semua warga Negara
(subjek hukum) dan tidak membeda-bedakan kualitas pribadi subjek hukum
tertentu. Sedangkan Hukum Pidana khusus adalah hokum pidana yang dibentuk oleh
Negara yang hanya dikhususkan bagi subjek hukum tertentu saja. Perbedaan ini
hanya berdasarkan KUHP.
4. SumbernyaPembedaan menurut sumbernya hukum pidana Umum dan hukum pidana khusus, hukum pidana Umum adalah semua ketentuan pidana yang terdapat /bersumber pada kodifikasi (KUHP dan KUHAP), sering disebut dengan hukum pidana kodifikasi. Hukum pidana khusus adalah hukum pidana yang bersumber pada peraturan perundang-undangan diluar KUHP.
Hukum pidana khusus ini dibedakan
atas 2 (dua) kelompok, yaitu:- Kelompok peraturan perundang-undangan Hukum
pidana (ketentuan/isi peraturan perundang-undangan ini hanya mengatur satu
bidang Hukum pidana.- Kelompok peraturan perundang-undangan bukan dibidang
Hukum pidana, tetapi didalamnya terdapat ketentuan pidananya.
5. Wilayah berlakunya Hukum.Dari wilayah berlakunya Hukum, hukum pidan dapat dibedakan antara :- Hukum pidana umum (Hukum pidana yang dibentuk oleh Negara dan berlaku bagi subjek Hukum yang melanggar Hukum pidana di wilayah Hukum Negara).- Hukum pidana local (hukum pidana yang dibuat oleh pemerintah daerah yang berlaku bagi subjek hokum yang melakukan perbuatan yang dilanggar oleh hokum pidana di dalam wilayah hukum pemerintahan daerah tersebut. Selain itu juga dapat dibedakan atas hukum pidana nasional dan hukum pidana internasional.
6. Bentuk/Wadahnya.Berdasarkan bentuk/wadahnya hokum pidana dapat dibedakan menjadi :- Hukum pidana tertulis (hukum pidana undang-undang)- Hukum pidana tidak tertulis (hukum pidana adat).
D. HUKUM PIDANA ISLAM
Dalam hukum pidana Islam / fiqh
Jinayah adalah segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan
criminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf (orang yang dapat dibebani
kewajiban), sebagai hasil pemahaman atas dalil-dalil hukum dari Al-qur’an dan
Hadist.Dalam hukum pidana Islam hukum kepidanaan atau disebut juga dengan
jarimah (perbuatan tindak pidana).
Jarimah terbagi atas :
1. Jarimah HududAdalah perbuatan
pidana yang mempunyai bentuk dan batas hukumanya di dalam Al-Qur’an dan sunnah
nabi Muhammad SAW. Sanksinya berupa sanksi had (ketetapan yang terdapat dalam
Al-Qur’an dan Sunnah). Hukumannya berupa rajam, jilid atau dera, potong tangan,
penjara/kurungan seumur hidup, eksekusi bunuh, pengasingan/deportasi, dan
salib.
2. Jarimah Ta’zir.Adalah perbuatan pidana yang bentuk dan ancaman hukumannya ditentukan oleh penguasa (hakim) sebagai pelajaran kepada pelakunya.
Dalam pengertian istilah hukum Islam
merupakan hukuman yang bersifat mendidik yang tidak mengaharuskan pelakunya
dikenai had. Hukumannya berupa hukuman penjara, skorsing atau pemecatan, ganti
rugi, pukulan, teguran dengan kata-kata, dan jenis hukuman lain yang dipandang
sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.
Selain itu dalam hukum pidana Islam
juga dikenal delik Qishas memotong atau membalas). Selain itu juga ada delik
diat (denda dalam bentuk benda atau harta) berdasarkan ketentuan yang harus
dibayar oleh pelaku pidana kepada pihak korban sebagai sanksi atas pelanggaran
yang dilakukannya.
Perbedaanya, Qishas diberlakukan
bagi perbuatan pidana yang disengaja, sedangkan Diat diberlakukan bagi
perbuatan pidana yang tidak disengaja. Ibnu Rusyid mengelompokan qishas menjadi
2 (dua) yaitu, :
a. Qishas An-Nafs (pembunuhan) yaitu
qishas yang membuat korbanya meninggal, sering disebut dengan kelompok al-qatlu
(pembunuhan)
b. Qishas ghairu an-nafs, yaitu
qishas yang membuat korbanya cidera atau melukai korbanya tidak sampai
meninggal, sering disebut dengan kelompok al-jarhu (pencederaan).
E. TUJUAN HUKUM PIDANA
Secara konkrit tujuan hukum pidana
itu ada dua, ialah :
1. Untuk menakut-nakuti setiap orang
jangan sampai melakukan perbuatan yang tidak baik.
2. Untuk mendidik orang yang telah
pernah melakukan perbuatan tidak baik menjadi baik dan dapat diterima kembali
dalam kehidupan lingkunganya.
Tujuan hukum pidana ini sebenarnya
mengandung makna pencegahan terhadap gejala-gejala sosial yang kurang sehat di
samping pengobatan bagi yang sudah terlanjur tidak berbuat baik.
Jadi Hukum Pidana, ialah
ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam
meniadakan pelanggaran kepentingan umum. Tetapi kalau di dalam kehidupan ini
masih ada manusia yang melakukan perbuatan tidak baik yang kadang-kadang merusak
lingkungan hidup manusia lain, sebenarnya sebagai akibat dari moralitas
individu itu. Dan untuk mengetahui sebab-sebab timbulnya suatu perbuatan yang
tidak baik itu(sebagai pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan pidana), maka
dipelajari oleh “kriminologi”.
Di dalam kriminologi itulah akan
diteliti mengapa sampai seseorang melakukan suatu tindakan tertentu yang tidak
sesuai dengan kebutuhan hidup sosial. Di samping itu juga ada ilmu lain yang
membantu hukum pidana, yaitu ilmu Psikologi. Jadi, kriminologi sebagai salah
satu ilmu yang membantu hukum pidana bertugas mempelajari sebab-sebab seseorang
melakukan perbuatan pidana, apa motivasinya, bagaimana akibatnya dan tindakan
apa yang dapat dilakukan untuk meniadakan perbuatan itu.
F. PERISTIWA HUKUM PIDANA
Peristiwa pidana yang juga disebut
tindak pidana (delict) ialah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan yang
dapat dikenakan hukum pidana.
Suatu peristiwa hukum yang dapat
dinyatakan sebagai peristiwa pidana kalau memenuhi unsur-unsur pidananya.Dan
unsur-unsur itu terdiri dari :
1. Obyektif.Yaitu suatu tindakan
(perbuatan) yang bertentangan dengan hukum dan mengindahkan akibat yang oleh
hukum dilarang dengan ancaman hukum. Yang dijadikan titik utama dari pengertian
obyektif di sini adalah tindakannya.
2. Subyektif.Yaitu perbuatan seseorang yang berakibat tidak dikehendaki oleh undang-undang. Sifat unsur ini mengutamakan adanya pelaku (seseorang atau beberapa orang).
2. Subyektif.Yaitu perbuatan seseorang yang berakibat tidak dikehendaki oleh undang-undang. Sifat unsur ini mengutamakan adanya pelaku (seseorang atau beberapa orang).
Dilihat dari unsur-unsur pidana ini, maka kalau ada suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang harus memenuhi persyaratan supaya dapat dinyatakan sebagai peristiwa pidana.
Dan syarat-syarat yang harus
dipenuhi sebagai suatu peristiwa pidana ialah:
a). Harus ada suatu perbuatan.
Maksudnya bahwa memang benar-benar ada suatu kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang atau beberapa orang. Kegiatan itu terlihat sebagai suatu perbuatan
tertentu yang dapat dipahami oleh orang lain sebagai sesuatu yang merupakan
peristiwa.
b). Perbuatan itu harus sesuai
dengan apa yang dilukiskan dalam ketentuan hukum. Artinya perbuatan sebagai
suatu peristiwa hukum memenuhi isi ketentuan hukum yang berlaku pada saat itu.
Pelakunya memang benar-benar telah berbuat seperti yang terjadi dan terhadapnya
wajib mempertanggung jawabkan akibat yang timbul dari perbuatan itu. Berkenaan
dengan syarat ini hendaknya dapat dibedakan bahwa ada suatu perbuatan yang
tidak dapat disalahkan dan terhadap pelakunya tidak perlu mempertanggung
jawabkan. Perbuatan yang tidak dapat dipersalahkan itu karena dilakukan oleh
seseorang atau beberapa orang dalam melaksanakan tugas, membela diri dari
ancaman orang lain yang mengganggu keselamatannya dan dalam keadaan darurat.
c). Harus terbukti adanya kesalahan
yang dapat dipertanggung jawabkan. Maksudnya bahwa perbuatan yang dilakukan
oleh seseorang atau beberapa orang itu dapat dibuktikan sebagai suatu perbuatan
yang disalahkan oleh ketentuan hukum.
d). Harus berlawanan dengan hukum.
Artinya suatu perbuatan yang berlawanan dengan hukum dimaksudkan kalau
tindakannya nyata-nyata bertentangan dengan aturan hukum.
e). Harus tersedia ancaman
hukumannya. Maksudnya kalau ada ketentuan yang mengatur tentang larangan atau
keharusan dalam suatu perbuatan tertentu, maka ketentuan itu memuat sanksi
ancaman hukumannya. Dan ancaman hukuman itu dinyatakan secara tegas maksimal
hukumnya yang harus dilaksanakan oleh para pelakunya. Kalau di dalam suatu
perbuatan tertentu, maka dalam peristiwa pidana terhadap pelakunya tidak perlu
melaksanakan hukuman.
G. HUKUM PIDANA INDONESIA
Hukum pidana Indonesia bentuknya
tertulis dikodifikasikan dalam sebuah kitab undang-undang dan dalam
perkembanganya banyak yang tertulis tidak dikodifikasikan berupa undang-undang,
hukum pidana yang tertulis dikodifikasikan itu tertera ketentuan-ketentuannya
di dalam kitab undang-undang hukum Pidana (KUHP) yang berasal dari zaman
pemerintah penjajahan Belanda.
Kitab undang-undang hukum Pidana
(KUHP) terdiri atas 569 pasal, secara sistematik dibagi dalam :
Buku I : Memuat tentang
ketentuan-ketentuan umum (Algemene Leerstrukken) Pasal 1 – 103.Buku
Buku II : Mengatur tentang tindak
pidana Kejahatan ( Misdrijven) pasal 104 – 488
Buku III : Mengatur tentang tindak
pidana Pelanggaran (Overstr-dingen) 489 – 569.
H. RUANG LINGKUP BERLAKUNYA HUKUM PIDANA
Aturan hukum pidana berlaku bagi
setiap orang yang melakukan tindak pidana sesuai asas ruang lingkup berlakunya
kitab undang-undang hukum pidana. Asas ruang lingkup berlakunya aturan hukum
pidana itu ada empat (4), ialah :1. Asas Teritorialitas (teritorialitets
beginsel)2. Asas nasionalitas aktif (actief nationaliteitsbeginsel)3. Asas
Nasionalitas Pasif (pasief nationaliteitsbeginsel)
I. SISTEM HUKUMAN
Sistem hukuman yang dicantumkan
dalam pasal 10 menyatakan bahwa hukuman yang dapat dikenakan kepada seseorang
pelaku tindak pidana terdiri dari :a. Hukuman Pokok (hoofd straffen ).1.
Hukuman mati2. Hukuman penjara3. Hukuman kurungan4. Hukuman dendab. Hukuman
Tambahan (Bijkomende staffen)1. Pencabutan beberapa hak tertentu2. Perampasan
barang-barang tertentu3. Pengumuman putusan hakim.
J. HUKUM ACARA PIDANA
Hukum acara Pidana yang disebut juga
hukum Pidana formal mengatur cara bagaimana pemerintah menjaga kelangsungan
pelaksanaan hukum pidana material. Penyelenggaraannya berdasarkan Undang-Undang
No. 8 Tahun 1981, tentang hukum acara pidana. Ketentuan-ketentuan hukum acara
pidana itu ditulis secara sistematik dan teratur dalam sebuah kitab
undang-undang hukum, berarti dikodifikasikan dalam kitab undang-undang hukum
acara Pidana (KUHAP), KUHAP itu diundangkan berlakunya sejak tanggal 31
Desember 1981 melalui Lembaran Negara Republik Indonesia No. 76, tambahan
lembaran Negara No. 3209.Tujuan pengkodifikasian hukum acara pidana itu
terutama sebagai pengganti Regleemen Indonesia (RIB), tentang acara pidana yang
sangat tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat dengan sasaran memberikan
perlindungan kepada hak-hak asasi manusia. Sedangkan fungsinya menyelesaikan
masalah dalam mempertahankan kepentingan umum.
Ketentuan-ketentuan KUHAP yang
terdiri dari 286 pasal, menurut pasal 2-nya menyatakan bahwa KUHAP berlaku
untuk melaksanakan tata cara peradilan dalam lingkungan peradilan umum.
Maksudnya, ruang lingkup berlakunya KUHAP ini mengikuti asas-asas hukum pidana
dan yang berwenang mengadili tindak-tindak pidana berdasarkan KUHAP hanya
peradilan Umum, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang itu.
Untuk melaksanakan KUHAP perlu
diketahi beberapa hal penting antara lain ialah :
a. Asas praduga tidak Bersalah
(presumption of innacence)Dalam pasal 8 Undang-undang No. 14 Tahun 1970
dinyatakan bahwa “ setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut
dan/ atau dihadapkan di depan Pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sebelum
adanya putusan Pengadilan, yang mengatakan kesalahanya dan memperoleh kekuatan
hukum yang tetap” berdasarkan asas praduga tidak bersalah ini, maka bagi
seseorang sejak disangka melakukan tindak pidana tertentu sampai mendapat
putusan yang mempunyai kekuatan hukum pasti dari hakim Pengadilan, maka ia
masih tetap memiliki hak-hak individunya sebagai warga negara.
b. KoneksitasPerkara Koneksitas
yaitu tindak pidana yang dilakukan bersama-sama antara seorang atau lebih yang
hanya dapat diadili oleh Peradilan Umum dan seorang atau lebih yang hanya dapat
diadili oleh peradilan militer. Menurut pasal 89 ayat 1 dinyatakan bahwa “
Tindak Pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan
peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh
pengadilan dalam lingkungan peradilan-peradilan umum, kecuali jika menurut
keputusan menteri pertahanan dan keamanan dengan persetujuan menteri Kehakiman
perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan
peradilan militer”. Berdasarkan ketentuan pasal ini, maka kewenangan dalam
mengadili perkara koneksitas ada pada peradilan umum. Tetapi kewenangan
peradilan umum tidak mutlak tergantung kepada kerugian yang ditimbulkan dari
adanya tindak pidana itu.
c. Pengawasan Pelaksanaan Putusan PengadilanPelaksanaan putusan perkara pidana dalam tingkat pertama yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dilakukan oleh jaksa dalam melaksanakan putusan (eksekusi) itu ketua pengadilan melakukan tugas pengawasan dan pengamatan. Dalam pasal 277 ayat 1 KUHAP dinyatakan bahwa “ pada setiap pengadilan harus ada hakim yang diberi tugas khusus untuk membantu Ketua dalam melakukan pengawasan dan pengamatan terhadap putusan pengadilan yang menjatuhkan Pidana perampasan kemerdekaan”.
KUHP POKOK
- PASAL 10 :TENTANG PIDANA POKOK DAN TAMBAHAN.
- PASAL 53 : PERCOBAAN KEJAHATAN
- PASAL 104 : TENTANG PENYERANGAN
ATAU MAKAR
- PASAL 130 : KEJAHATAN THDP
KEAMANAN NEGARA
- PASAL 131 : KEJAHATAN THDP
MARTABAT PRESIDEN DAN WAPRES
- PASAL 140 : KEJAHATAN POLITIK
- PASAL 187 : PEMBAKARAN
- PASAL 170 : PENGEROYOKAN
- PASAL 209 : MEMBERI SUAP
- PASAL 241 : PEMBUNUHAN TERHADAP
ANAK
- PASAL 242 : SUMPAH PALSU DAN
KETERANGAN PALSU
- PASAL 244 : PEMALSUAN MATA UANG
- PASAL 254 : PEMALSUAN
MATERAI,SURAT / MEREK
- PASAL 281 : KEJAHATAN KESUSILAAN
- PASAL 285 : PEMERKOSAAN
- PASAL 300 : MINUMAN KERAS
- PASAL 303 : PERJUDIAN
- PASAL 304 : PEMBIARAN/MENINGGALKAN
ORG YANG PERLU DITOLONG
- PASAL 310 : PENGHINAAN
- PASAL 311 : MENFITNAH
- PASAL 315 : PENGHINAAN RINGAN
- PASAL 328 : PENCULIKAN
- PASAL 338 : PEMBUNUHAN BIASA
- PASAL 340 : PEMBUNUHAN BERENCANA
- PASAL 352 : PENGANIAYAAN RINGAN
- PASAL 362 : PENCURIAN BIASA
- PASAL 363 : PENCURIAN DENGAN
PEMBERATAN
- PASAL 364 : PENCURIAN RINGAN
- PASAL 365 : PENCURIAN DENGAN
KEKERASAN
- PASAL 368 : PEMERASAN
- PASAL 372 : PENGGELAPAN BIASA
- PASAL 374 : PENGGELAPAN BERENCANA
- PASAL 378 : PENIPUAN
- PASAL 406 : PENGRUSAKAN
- PASAL 480 : PENADAHAN
- PASAL 485 : PELANGGARAN KUHP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar